Tuesday, March 6, 2018

Kembang Pete (Novel by DIQ )


KEMBANG PETE (ngasal)
PART 1
Sebuah cerita yang diangkat dari penulis bernama diq

Aku ingin memberi tahu tentang kembang pete yg lebih romantis daripada mawar. Tentang aku yg merasa menjadi orang yg paling cantik ketika bersama dia. Dan tentang aku wanita yg paling beruntung telah pernah bertemu dg pria yg 'gila' tapi menyenangkan.

Kisahku dengan si 'gila' itu dimulai saat aku menjadi salah satu siswa di sebuah SMA di kota Padang. Saat itu aku duduk di kelas X dan sesuai pidato kepala sekolah saat upacara bendera tadi, dua minggu lagi, kami akan menghadapi ujian semester satu. Dan menurut pengalamanku saat duduk dibangku SMP, kami siswa akan disibukkan dengan tugas2  yg akan diberikan guru tanpa mengasiani jiwa2 kami yg sedang mengalami pubertas, segala sesuatu yg beurusan dg berfikir adalah faktor2 yg menyebabkan timbulnya rasa malas.




Dan benar saja, beberapa menit sebelum bel istirahat berbunyi, Ibu Wela guru Bahasa Indonesia kami memberi tugas utk membuat sebuah cerita tentang pengalaman pribadi.

"Tugas ini kita kumpul minggu depan ya!" suara khas serak2 basah Bu Wela samar2 terdengar karena bunyi jatuhan hujan diatap sekolah yg dari pagi masih enggan utk berhenti, mengingatkan kami.

DRING!!!!! Suara bel istirahatpun berbunyi, pertanda jika Bu Wela sudah dipersilahkan utk kembali ke ruangan guru, sedang utk siswa diberi waktu utk mengisi perut dg berbagai jajanan yg sudah disediakan kantin sekolah, terserah mau makan apa saja, yg penting bayar.

Aku dan siswa lain segera merapikan buku dan menyimpan sementara di tas masing2. Dan kalian tahu semua siswa pasti buru2, karena di jam istirahat godaan gorengan dan bakso di kantin memang lebih hebat daripada godaan setan. Dan godaan itupun sepertinya harus aku tahan karena tiba2 saja sistem pencernaanku berulah.

"Vi, kamu duluan ke kantin, aku mau ke toilet dulu" ucapku ke Devi yg biasanya menjadi teman duduk ku dikantin, tak hanya dikantin sih, kami memang selalu duduk satu meja dari SMP sampai sekarang.

Devi sempat mengatakan sesuatu kepadaku, tapi aku tidak mendengarnya dengan jelas, karena aku sudah terlanjur menggunakan jurus kaki seribu utk menuntaskan permasalahanku di toilet.

Kenapa aku berlari, karena jarak toilet cukup jauh, saat itu sekolah sedang melakukan renovasi toilet siswa, dan toilet yg bisa dipakai cuma toilet guru yg berada dibelakang ruangan pustaka. Dan jika tidak berlari, waktu tempuh tidak akan sebanding lagi dg kekuatanku menahan kebelet ini. Aku rasa aku tidak perlu menjelaskan kebelet, karena semua manusia pasti pernah merasakan.

Dengan terburu2 aku terus fokus ke ruangan toilet tujuanku, entah aku yg tidak hati2, atau tempatku berpijaklah yg permukaannya sedikit licin.

Layaknya pesawat yg sedang mengalami gangguan, tubuhku mulai tak seimbang, karena kuda2ku sudah tak kuat lagi menahan,

BRUAKK!!

Alhasil pinggulkupun dengan terpaksa mendarat tepat digenangan air yg dibentuk air hujan yg turun dari tadi pagi.

"Hahahahahaha" gemuruh suara orang tertawa. "Kalau tidur jangan disitu neng" entah dari siapa asal kata2 tsb. Yang jelas cukup membuatku sadar kalau aku tepat jatuh disamping ruangan pustaka, dan puluhan siswa sedang mengamatiku ada yg menahan dan adapula yg benar2 melepaskan tawa.

Saat itu, kebelet tinggal kenangan,  seakan orang2 yg menertawakanku berhasil mengubahnya menjadi rasa malu yg luar biasa dan untuk jiwa puberku sama sekali tidak bisa menahan momen paling nyesek selama hidup ini. Ingin rasanya aku bangkit dan melanjutkan perjalananku menuju toilet. Tapi pinggulku cukup sakit utk diajak kompromi, aku menunduk dan berharap ada dari siswa2 itu membantuku bangkit.

Harapanku ternyata terkabul, karena beberapa saat setelah itu, aku mulai mendengar langkah kaki yg mendekatiku. Aku dengan kepala tertunduk, tidak berani melihat sekitar, karena menanggung sakit dan malu.

"Ternyata bukan hanya aku yg masa kecilnya kurang bahagiaa?" Suara seorang laki2 seumuranku itu memaksa aku utk melihat wajah pemilik suara itu. Dan dengan kepala mendongak aku melihat seorang siswa berambut acak2an berbadan kurus, memakai jaket warna hitam, sedang menatap kearahku.

"Aku juga suka main air hujan dan becek2an, sepertinya aku menemukan teman yg seselera denganku?" Aku sama sekali tidak merespon ucapannya, dan kembali menundukkan kepalaku. Karena aku punya feeling kalau niatnya kedekatku tidak lain hanya ingin membully kejadian memalukan ini.

"Silahkan bully aku, tapi aku mohon setelah kamu selesai, aku harap kamu memberikan tanganmu utk membantu aku keluar dari genangan air sialan ini" ucapku dalam hati.

Tapi bukannya membully, atau memberikan tangan, dia malah dengan santai duduk didekatku, duduk digenangan air, seakan2 dia menganggap berada digenangan air ini memang inginku utk bersantai ria. Jika tadi hanya aku satu2nya orang yg mau duduk disini, itupun karena aku terjatuh dan sulit bangkit lagi. Orang ini malah dengan tanpa beban, tanpa khawatir seragam sekolahnya kotor, menemaniku duduk disini. Aneh.

"Hei teman sehobi, aku rasa genangan ini terlalu kecil utk kita berdua?" Dia kembali mengajukan pertanyaan aneh kepadaku.

Aku hanya diam dan mulai melihat kearahnya, posisinya sekarang sedang duduk disampingku, aku perhatikan celananya mulai basah dan kotor, dan anehnya dia malah kelihatan nyaman2 saja.

"Apa kamu bisa bergeser?" Tanyanya lagi.

"Jangankan bergeser, kalau aku bisa, sudah dari tadi aku beranjak dari genangan sialan ini" kali ini aku menjawab pertanyaan keempatnya.

"Kalau begitu, bagaimana jika aku membantumu beranjak dari sini, biar genangan ini menjadi milikku pribadi?"

Tanpa menunggu persetujuanku, dia mulai membantuku berdiri. Dan kalian tahu ternyata sakit yg aku dera ketika terjatuh tadi, tidak separah yg aku bayangkan. Buktinya setelah berdiri aku tidak merasakan sakit dipinggulku lagi. Ternyata benar kata orang2 tentang "sakitnya tidak seberapa, malunya itu loh". Dan sekarang aku percaya itu.

"Sudah, sepertinya aku bisa berjalan sendiri" aku memberi dia aba2, dan baguslah dia mengerti dan segera melepaskan tangannya dari lenganku.

Dia mengangkat dahi lalu bicara, "Sukurlah, karena tubuhku juga terlalu kurus utk mengangkatmu hehe"

"Oh iya, teman sehobi, tujuanmu berikutnya kemana?" Tanyanya.

"Aku ingin ke toilet, membersihkan pakaianku, lalu meminta surat izin pulang". Jawabku, karena tidak mungkin aku melanjutkan pelajaran dg seragam yg kotor dan basah seperti ini.

Setelah ada orang ini, aku mulai berani kembali memperhatikan sekitar, dan benar saja, aku masih menjadi pameran utama utk adegan komedi yg menjadi bahan tawa mereka.

"Sepertinya kamu tahu toilet ada dimana kan? Kembali dia memberikan pertanyaan aneh, mana mungkin aku tidak tahu toilet disekolahku sendiri.
Aku hanya mengangguk menanggapi pertanyaannya.

"Ikatkan ini dipinggangmu" dia membuka lalu memberikan jaketnya kepadaku.

"Rok belakangmu terlalu kotor, akan sulit utk membersihkannya jika tanpa sabun, gunakan ini utk menutupinya".

"Tapi..." kalimatku yg berniat utk menolak terhenti saat dia meletakkan jaketnya di bahuku.

"Pakai saja, lagipula jaket itu sudah 3 bulan tidak aku cuci, dan aku perhatikan cucian baju dirumahmu tidak begitu banyak, aku minta tolong sekalian kamu cuciin ya" lagi tanpa persetujuanku.

Setelah menggantungkan jaket, dia pergi begitu saja, meninggalkan aku yg masih bingung melihat sikapnya.

Aku diam sejenak, sedikit bingung, karena baru pertama kali bertemu dengan makhluk yg aneh seperti dia. Sebenarnya aku ingin mengejar dia, utk mengajukan beberapa pertanyaan tentang dia, tentang teman sehobi, dan tentang genangan yg dia katakan tadi. Ah tapi dia terlalu cepat menghilang, dan akupun sudah risih jika berada ditempat ini lebih lama lagi.

Setelah melalui peristiwa yg cukup memalukan ini, tanpa menunggu waktu aku segera menuju toilet, bukan untuk menyelesaikan permasalahan pencernaan lagi, tapi utk membersihkan seragam sekolahku yg sudah tidak bisa dikategorikan sebagai seragam bersih dan rapi.

Baju yg basah, rok yg sudah berubah warna karena telah bercampur tanah. Cukup membuatku sibuk membersihkannya. Dan tetap saja aku tidak berhasil membuatnya seperti saat aku berangkat sekolah tadi pagi.

"Ahh aku memang harus pulang lebih awal" gerutuku dalam hati.

Kuputuskan utk mengakhiri usahaku dg seragam ini, dan akan melanjutkannya di rumah saja. Sebelum aku keluar dari toilet, aku menyempatkan waktu utk melihat penampilanku didepan cermin. Ternyata benar, aku membutuhkan jaket bau itu utk menutup bagian rokku yg kena dampak paling kotor karena peristiwa tadi. Aku mengikatkannya di pinggang, ya semacam style anak hip-hop, tapi diposisi seperti ini, kalian tahu kalau aku bukan sedang bergaya.

Setelah urusanku ditoilet selesai, aku segera menuju ruangan guru, mencari guru yg sedang dapat giliran piket. Lalu mengajukan permintaan izin agar dibolehkan pulang lebih awal.

Didepan guru piket, aku dengan mudah mendapat surat izin pulang, tanpa harus berbasa/basi karena pakaian kotorku cukup utk kujadikan bukti. Sehingga aku tdk perlu lagi menjelaskan kenapa aku ingin pulang lebih awal.

Surat izin sudah aku dapatkan, dan aku sekarang sudah siap utk pulang, tinggal duduk nyaman di halte bis yg tepat berada didepan sekolahku. Menunggu angkutan umum yg menuju ke arah rumahku datang. Utk mengantisipasi  serangan 'bosan menunggu'. Aku menyibukkan diri dengan smartphone, memeriksa akun sosial mediaku dan membalas beberapa chat yg masuk.

"Hei Wen! Kenapa kamu disini?" Suara yg sudah tidak asing bagiku, cukup bisa mengalihkan pandanganku dari layar smartphone menuju suara tadi. Benar saja itu suara Kak Razka, kakak kelas sekaligus ketua OSIS disekolahku.

"Ehh... iya kak, aku lagi nunggu bis kak?" Jawabku dg sedikit gugup, karena sedang berhadapan dg Kakak kelas yg satu ini. Ah aku rasa semua siswa seangkatanku disekolah ini juga pasti gugup jika berhadapan dg Kak Razka. Bukan karena jabatannya sebagai ketua OSIS, tapi karena dia juga masuk dalam kategori cowok paling keren disekolah ini. Tak hanya keren dia juga ikut memberi aroma wangi utk nama sekolah dg beberapa prestasinya di olimpiade nasional.

"Kok pulang? Bukannya sekarang masih jam pelajaran?"

Pertanyaan Kak Razka, cuma aku jawab dg gerakan tanganku yg menunjuk kearah pakaianku yg basah dan kotor.

Dia hanya mengangguk, seakan sudah mengerti, atau memang dia tidak mau menyibukkan diriku utk menjelaskan apa yg terjadi hingga bisa berpenampilan seperti anak 5 tahun yg baru pulang main becek2an ini.

"Oh ya Wen, kakak pergi dulu ya, ini mau moto copy in tugas dulu" Kak Razka mengakhiri kalimatnya dg senyum yg menurutku manis.

"I iya kak" masih dg gugup aku mengangguk dan mengiyakan sebagai balasan dan menizinkannya pergi.

Tidak lama setelah Kak Razka menuju tempat foto copy, angkutan umum yg aku tunggupun tiba, mempersilahkan aku utk naik, agar bisa diantar menuju rumah orang tua. Tempat dimana aku menginap dan makan secara gratis.

Sepertinya aku tidak perlu menceritakan kisahku saat diangkutan umum, karena aku disana cuma duduk diam, sembari menikmati lagu2 berbahasa minang yg diputar oleh supirnya. Itupun hanya berlangsung 10 menit, karena setelah itu, aku sudah sampai didepan rumah.

"Weni, tumben pulang sekolahnya cepat?" Suara seorang wanita lembut, berwajah mirip sepertiku bertanya, saat suara pintu yg aku buka, mengganggu acara nonton TV nya.

"Tadi disekolah, Weni kepleset bu, pakaian Weni kotor semua, terpaksa Weni pulang duluan?" Aku menjawab pertanyaan ibu secara ringkas padat dan tentunya jujur.

"Terus kamu gak apa2?" Kekhawatiran ibu ternyata cukup membuat ia lupa dg acara gosipnya, dia menuju kedekatku dan memperhatikan penampilan anaknya.

"Gak apa2 bu, cuman pakaian Weni saja yg kotor". Jawabku dg sedikit senyum, agar wajah khawatir ibu bisa sedikit berkurang.

"Ya sudah, kamu mandi terus ganti baju. Penampilanmu lebih keliatan seperti anak2 yg baru pulang main lumpur hehe?" Ibu sedikit bercanda, dengan nada yg selalu menyamankan telinga anaknya.

"Iya bu". Dan seperti biasa setelah aku mau berangkat maupun pulang sekolah, aku menyalami dan mencium tangan pemilik surgaku itu. Setelah itu baru aku menjalankan arahan yg dia sampaikan tadi.

Bersambung. ==>

No comments:

Post a Comment